Sunday, March 19, 2006

Bekam sebagai salah satu terapi

Anda pernah dibekam? Jangan-jangan mendengar tentang bekam saja belum pernah. Padahal bekam termasuk Thibbun Nabawi (metode pengobatan cara Nabi), jadi bekam itu disunahkan lho.

Saya sendiri mengenal bekam belum lama. Awalnya seorang teman bertanya pada saya tentang bekam ditinjau dari segi medis. Setelah bertanya pada teman-teman dekat, ternyata tidak ada yang mengerti tentang bekam, padahal bekam merupakan sunah Rasulullah SAW. Akhirnya malah saya jadi penasaran dan tertarik mempelajari bekam. Alhamdulillah beberapa waktu yang lalu berkesempatan untuk mengikuti pelatihan bekam, jadi sedikit-sedikit mulai tahu tentang bekam, merasakan dibekam, sampai akhirnya belajar membekam orang lain.

Bekam atau hijamah (bahasa lainnya adalah canduk, canthuk, kop, cupping) adalah membersihkan tubuh dari darah yang mengandung toksin dengan penyayatan tipis pada permukaan kulit (disebut juga, mengeluarkan darah kotor).

Bekam merupakan sunnah Rasulullah SAW, dalam hadits shahih yang diriwayatkan Ibnu Abbas, RA
“Kesembuhan itu ada dalam tiga hal, dalam syarthah mihjam (sayatan alat bekam), minum madu, atau sundutan dengan api. Namun Aku melarang umatku melakukan sundutan.”(HR Bukhary)

Walaupun belum ada penelitian ilmiah tentang bekam (semoga segera ada ilmuwan yang meneliti), namun banyak yang sudah membuktikan manfaat bekam sebagai pengobatan. Bekam bisa digunakan untuk terapi sakit kepala, migraine, vertigo, bisul, jerawat, hipertensi, asma, gangguan menstruasi, demam berdarah, asam urat, wasir, lemah lesu, banyak tidur, gagal ginjal, bahkan pada beberapa pengidap tumor mampu menurunkan stadium tumornya.

Prinsip pelaksanan bekam yaitu penghisapan darah dengan alat menyerupai tabung, serta mengeluarkannya dari permukaan kulit dengan penyayatan yang kemudian ditampung di dalam gelas. Bagi yang belum pernah dibekam mungkin merasa ngeri membayangkan rasa sakit ketika ditoreh dengan bisturi/ pisau silet bekam atau ditusuk dengan lancet/jarum. Sayatan bekam tidak lebih sakit dari sakitnya ketika disuntik dokter, karena sayatan sangat tipis, hanya mengenai lapisan epidermis kulit saja, sehingga lukanya pun tidak meninggalkan bekas (scar/jaringan parut) di kulit.

Nah bagi yang belum pernah dibekam, silakan mencoba, dan rasakan segarnya badan setelah dibekam, dan lagi termasuk melaksanakan sunnah Rasul kan?

Pulang, Pulanglah dalam Arti yang Sebenarnya...

“Harta yang paling mahal dan berharga,
Perusahaan yang mudah untuk berinvestasi amal,
Ladang yang subur dimana kita bisa menanam dan
Memetik cinta adalah keluarga”
(puisi kiriman seorang sahabat)


Keluarga. Itulah anugrah kehidupan kita. Muara sesungguhnya, tempat kita selalu berlabuh, berteduh dari ketakutan, kekecewaan, pulang dari keletihan fisik maupun hati. Itulah sebenarnya makna keluarga, sebagai apapun posisi kita di sana, ayah, ibu, maupun anak. Keluarga selalu menerima kita tanpa banyak menuntut.

Namun kita sering menomorsekiankan keluarga. Kita lebih mementingkan pekerjaan kita, bahkan lebih mementingkan teman-teman kita daripada keluarga kita sendiri. Seringkali kita menjadikan rumah hanya sebagai tempat persinggahan belaka. Walaupun secara fisik kita “pulang”, namun berapa kali kita “pulang” dalam arti yang sebenarnya? “Pulang” dengan menghadirkan fisik dan jiwa kita. Bahkan mungkin ada diantara kita yang menghindari pulang, karena merasa tidak nyaman dengan keluarganya, karena suasa rumah yang terasa “panas” dan “sumpek”.

Baiti jannati, rumahku surgaku. Demikianlah seharusnya. Rumah kita menjadi surga buat kita. Siapa yang bertanggungjawab menciptakan surga di rumah, tentulah para penghuninya, apapun posisi kita. Keluarga adalah kita dan milik kita. Kita tidak mungkin lepas dari keluarga, walaupun kita berusaha menjauhinya. Sehingga setiap anggota keluarga wajib mengupayakan agar kedamaian itu ada dalam keluarga kita, wajib mengupaakan perbaikan ketika ada masalah dalam rumah kita.

Maka bagaimana mungkin kita akan menciptakan “baiti jannati” itu ketika kita tidak pernah “pulang”? Padahal, tidak pernah ada cukup waktu yang kita sediakan buat keluarga kita. Sebelum usia kita berakhir, masih ada sisa waktu yang bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya. Sebelum segalanya usai, sediakanlah waktu untuk keluarga kita, untuk orangtua kita, anak-anak, dan saudara kita. Jangan sampai ketika semua sudah terlambat, kita baru menyadari dan berkhayal “andai kita “pulang” ke keluarga kita lebih cepat”. Bersegeralah untuk pulang kepada keluarga kita, dan mulailah untuk memciptakan surga di rumah kita, apaun posisi kita.

Terinspirasi dari Tarbawi, edisi Maret.

Falsafah Gerak

Alhamdulillah, saya berkesempatan membaca buku “Membudayakan Etos Kerja Muslim” karya KH Toto Tasmara, walaupun cuma pinjam dari teman :). Buku ini banyak menginspirasi agar kita memiliki semangat untuk memberikan pengaruh positif kepada lingkungan kita dengan memegang motto “bekerja itu ibadah, berprestasi itu indah”. Salah satunya adalah penjelasan tentang falsafah gerak.

“Bergeraklah kamu, karena diam bisa mematikan.”

Sebagai pertanda bahwa kita masih hidup adalah jantung kita yang terus bergerak, jantung terus bekerja mengalirkan darah ke seluruh tubuh kita. Seperti itulah seharusnya kita hidup di dunia, terus bergerak, terus bekerja mengarungi setiap penjuru di sepanjang rentang hidup kita. Ketika kita berhenti bergerak, maka saat itulah kita justru membunuh diri kita sendiri, ketika otak tidak diajak berfikir, maka ia akan tumpul dan tidak mampu lagi menghasilkan ide-ide cemerlang. Ketika otot dan sendi-sendi kita tidak bergerak, maka sendi akan jadi kaku, otot akan mengecil dan akhirnya tubuh kita menjadi susah digerakkan. Ketika kita dalam kondisi seperti itu, dimana otak tidak mau diajak berfikir dan tubuh tidak mau digerakkan, maka sama saja kita “mati”, walaupun jantung masih berdetak, tapi kita telah mati dalam hidup. Jadi gerak itulah yang menjadikan hidup kita menjadi bermakna.

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di permukaan bumi, dan carilah karunia Allah…” (QS Al Jumu’ah:10)
Sebagai seorang muslim, kita tidak terpenjara dalam ibadah ritual saja. Tapi ayat tadi menginspirasi kita untuk mampu mengambil makna dari setiap ibadah yang kita lakukan. Puncak dari rukun Islam adalah haji, Dalam berhaji terdapat berbagai makna yang seharusnya menjadi motivasi besar kita untuk menjadi pribadi yang tehormat dan beretos kerja tinggi.

Diawali dengan ihram, seakan-akan menggambarkan bahwa kita akan melakukan simulasi kematian. Nurani kita diingatkan bahwa hidup kita tidak lain mengarah pada kematian. Setelah menyadari hakikat kematian, kemudian bergeraklah mengarungi seluruh penjuru dunia.

Thawaf, mengelilingi kabah berbentuk segi empat, diawali dari garis coklat yang sejajar batu hitam, bergerak melawan jaruh jam sebanyak tujuh kali. Mengapa kita mengelilingi kabah yang berbentuk segi empat, bukan segi tiga? Kita diingatkan agar mengarungi seluruh penjuru mata angin, betapa dunia ini global, tidak sempit, di dalamnya ada berbagai hikmah yang bisa kita raih. Bahwa hidup penuh dengan warna-warni (plural). Ingatlah putaran kita harus tujuh putaran, karena satu pekan itu ada tujuh hari, dan kita bergerak melawan jarum jam berarti kita harus terus bergerak menghadapi setiap tantangan yang ada. Bahwa hidup adalah perjuangan, adanya ujian justru akan menguatkan kita. Ketika thawaf diawali dari garis coklat, maka dalam hidup, ketika kita bergerak diawali dari pintu rumah kita, terus bergerak mengelilingi karunia Allah, menebarkan prestasi, sampai ketika senja menjelang kita sampai di rumah untuk mengulang perjalanan di esok selanjutnya lagi.

Setelah thawaf, kemudian diteruskan dengan sa’i yang berarti ikhtiar (yaitu memilih yang terbaik). Mengawali ikhtiar dengan hati yang bersih dan suci (shafa) untuk meraih cita-cita dan mewujudkan harapan jadi pribadi mulia dan terhormat (marwah).

Setelah keinginan kita tercapai, maka kita bersegera untuk wukuf (berhenti), untuk melakukan kontemplasi/perenungan sehingga kita tidak menjadi takabur. Jangan terus-menerus bergerak, tapi sekali waktu kita perlu berhenti sejenak, menambatkan batin di terminal Ilahi, tafakur! Tangkaplah bayangan diri kita, bercerminlah di atas kolam yang tenang, muhasabah atas perjalanan yang telah kita lakukan. Jadikan shalat kita sebagai pelabuhan hati, berhenti sejenak untuk kemudian melanjutkan perjalanan lagi. Dan wukuf harus di Arafah! Perhentian kita harus di Padang Arafah (arafah berarti mengenal diri). Man ‘arafa nafsahu faqad ‘arafa Rabbahu, barangsiapa mengenal dirinya niscaya dia mengenal RabbNya. Haji disebut sah ketika sudah wukuf di Arafah, memberi simbol bahwa seseorang yang mengenal diri (‘arafa) kemudian ditindaklanjuti dengan hanya berpihak pada kebenaran (ma’ruf) sehingga dirinya menjadi seorang yang arif!

Haji yang mabrur. Mabrur berasal dari kata al-birru yang berarti kebenaran. Maka haji mabrur adalah haji yang selalu berpihak pada kebenaran.

Belajar....tanpa Henti

Alhamdulillah, hari ini banyak teman-teman yang wisuda. Jadilah saya menyempatkan diri menghadiri prosesi wisuda, supaya bisa bertemu teman-teman, sekedar ngasih ucapan selamat (sambil jualan bunga wisuda…. Nah lho…)

Seringkali kita menganggap bahwa wisuda merupakan akhir dari masa belajar kita. Sehingga, begitu lulus, rasanya malas untuk belajar, bahkan untuk sekedar membaca (menurut survey, minat baca penduduk Indonesia sangat rendah :( ).

Padahal, wahyu pertama yang turun (QS Al Israa:1-5), ayat pertama adalah “iqra” (arti secara bahasa adalah “membaca”). Dan kata iqra ternyata diulang sampai dua kali! Ini kan menunjukkan bahwa membaca itu penting banget! Dengan membaca kita bisa belajar tentang banyak hal yang belum kita ketahui, kata orang buku adalah jendela dunia.

Jadi kita tidak boleh berhenti belajar, apalagi berhenti membaca, karena menganggap kita sudah lulus. Wisuda bukanlah akhir segalanya. Justru merupakan awal perjalanan untuk membuktikan dan mengaplikasikan ilmu kita. Dan tentunya akan lebih optimal ketika kita terus belajar untuk memantapkan dan mengembangkan ilmu kita.

Buat teman-teman semua yang sudah diwisuda, Barokallahu fiik, semoga Allah memudahkan perjalanan antum, memberkahi aktivitas antum. Buat yang pulang kampong pasca wisuda, semoga Allah memberi kita kesempatan bertemu di episode belajar yang lain, jangan lupa saling mendoakan, semoga kita istiqomah di jalanNya…di belahan bumi yang manapun kita berada dan dalam kondisi apapun

Sulitkah Mengungkapkan CINTA pada IBU ?

Kita mencintai ibu, tentu saja. Kalau mengingat ibu, beliau mengandung kita selama 9 bulan, terus merawat kita dari kecil sampai sekarang, mengajarkan kita banyak hal, tak terhitung pengorbanan ibu.Tapi pernahkah kita ungkapkan cinta kita pada ibu?

Ternyata, hasil survey membuktikan 70% diantara kita belum pernah mengungkapkan rasa cinta pada ibu (majalah Azzam, Februari 2005) secara verbal. Sebagian dari kita berpendapat kalau cinta pada ibu tidak perlu diverbalkan, cukup dengan santun dalam sikap dan perbuatan. Bahkan ada yang belum pernah mengungkapkan cinta pada ibu secara verbal karena takut dikira “gombal” atau sedang “sakit” (apakah kita termasuk di dalamnya?  )

Perlukah kita ungkapkan rasa cinta itu secara verbal? Rasulullah saja mengajarkan agar kita mengungkapkan rasa cinta kita kepada saudara seiman. Logikanya, kalo kepada saudara saja disuruh mengungkapkan, apalagi kepada orangtua, khususnya ibu. Tapi mengapa sebagian besar diantara kita bisa dengan mudah mengungkapkan “ana uhibbuki fillah” (sesama akhwat) atau :ana uhibbuka fillah (sesama ikhwan), tapi merasa berat dan janggal mengatakan “aku sayang ibu” ? (nah lho…)

Menurut saya, sekali-kali kita perlu mengungkapkan cinta kita pada ibu secara verbal, disamping pengungkapan secara nonverbal (dengan perbuatan). Bagaimanapun juga, dengan bahasa akan lebih mengekpresikan perasaan kita. Kalau ada yang merasa canggung untuk mengungkapkan secara verbal, mungkin karena kurang akrab dengan ibu. So, perbaiki komunkasi dengan ibu, cobalah untuk lebih “mendekat”. Kalau bisa, jadikan beliau sebagai “teman berbagi”, insyaAllah ibu tidak pernah keberatan mendengarkan curhat anak-anaknya, bahkan beliau justru merasa dihargai, dipercayai dan dibutuhkan. Bahkan ibu saya pernah protes ketika saya sudah cukup lama tidak “curhat” ke beliau, beliau merasa “jauh” dan “tidak mengenal” saya lagi.

Setelah dekat dengan ibu, kita bisa memanfaatkan momen-momen khusus. Misal saat kita baru pulang (mudik), setelah sekian lama tidak bertemu, ungkapkan kerinduan kita pada beliau. Atau pada momen sederhana, saat ibu membuatkan sarapan buat kita, ucapkan “Aku sayang deh sama ibu, makasih ya, bu”. Bisa juga ketika kita liburan, pagi-pagi kita membuatkan minuman hangat, kemudian kita haturkan ke beliau sambil mengucapkan,” selamat pagi, Bu. Aku sayang ibu”. Ibu tentu akan menyambutnya dengan hangat.

Ibu, sosok yang penuh cinta, yang selalu mencurahkan cinta dan perhatiannya kepada kita. Sebuah ungkapan cinta yang tulus tentu akan membahagiakan beliau. Ketika kita ingat bahwa keluarga adalah obyek dakwah kita yang utama, mungkin hal itu bisa menjadi salah satu cara untuk menyentuh hati keluarga kita. Berani mencoba?!?
“I love You, Mom….”

Menghindari Hipnotis

Akhir-akhir ini banyak penjahat yang memperdayai korbannya dengan mempengaruhi pikirannya. Dengan cara ini mereka dapat memaksa korbannya untuk mengikuti semua perintah. Metode ini diistilahkan dengan hipnotis, gendam, dsb. Ada beberapa tips agar kita dapat terhindar dari gendam:
1. Jangan membiarkan pikiran kosong ketika berada di daerah umum. Pikiran kosong dapat mengakibatkan gerbang telepathic terbuka, sehingga pihak lain dapat dengan mudah menyampaikan pesan secara telepatik.
2. Waspadalah jika tiba-tiba timbul rasa kantuk yang tidak wajar, ada kemungkinan bahwa seseorang yang bermaksud negatif sedang melakukan telepathic forcing.
3. Bagi mereka yang memiliki kebiasaan "latah", sebaiknya jangan bepergian ke tempat umum tanpa teman.Mereka yang mempunyai kebiasaan "latah" cenderung memiliki gerbang bawah sadar yang mudah dibuka paksa dengan bantuan kejutan (shock induction). Hal yang
sama juga berlaku bagi mereka yang mudah terkejut.
4. Jangan mudah panik jika tiba-tiba ada beberapa orang yang tidak dikenal mengerumuni Anda untuk suatu alasan yang tidak jelas. Sekali jangan mudah panik! Karena rasa panik akan mempermudah terbukanya gerbang bawah sadar kita.
5. Jangan mudah panik jika tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahu! Usahakan agar pikiran dan panca indra tetap aktif ke seluruh lingkungan. Jangan terfokus pada ucapan-ucapan orang yang menepuk kita! Segera pindahlah ke daerah yang lebih ramai.
6. Jika secara tiba-tiba, tanpa alasan yang jelas, dada terasa sesak, dan diikuti dengan perut agak mual, dan kepala sedikit pusing, waspadalah karena mungkin ada seseorang tengah mengerahkan energi gendam! Segera lakukan grounding , yaitu meniatkan
membuang seluruh energi negatif ke bumi (cukup visualisasi).
7. Jika terjadi hal-hal yang mencurigakan, segera sibukkan pikiran, agar tetap berada di frekuensi yang mengakibatkan efek hipnotis tidak dapat bekerja! Antara lain dengan senatiasa berdzikir dalam hati, berdoa, menyanyi dalam hati, atau memikirkan hal-hal yang berat.
8. Jika ternyata kita mulai merasa memasuki suatu "kesadaran berbeda" dari biasanya, mungkin kita sudah mulai terpengaruh oleh hipnotis. Jika merasakan hal ini, maka segera niatkan dalam hati: "Dalam 3 hitungan, saya akan kembali sadar dan normal
sepenuhnya ....", kemudian segera hitung dalam hati : "Satu ..., dua, ... tiga."
9. Tanamkan terus menerus di dalam diri bahwa hipnotis tidak akan bekerja bagi mereka yang menolaknya! Hal ini juga berlaku untuk ilmu gendam.
10. Yakinlah bahwa Allah SWT akan selalu menjaga kita, karena itu jangan pernah terputus untuk mengingatnya (dzikrullah).
Disarikan dari artikel Yan Nurindra