Sunday, March 19, 2006

Pulang, Pulanglah dalam Arti yang Sebenarnya...

“Harta yang paling mahal dan berharga,
Perusahaan yang mudah untuk berinvestasi amal,
Ladang yang subur dimana kita bisa menanam dan
Memetik cinta adalah keluarga”
(puisi kiriman seorang sahabat)


Keluarga. Itulah anugrah kehidupan kita. Muara sesungguhnya, tempat kita selalu berlabuh, berteduh dari ketakutan, kekecewaan, pulang dari keletihan fisik maupun hati. Itulah sebenarnya makna keluarga, sebagai apapun posisi kita di sana, ayah, ibu, maupun anak. Keluarga selalu menerima kita tanpa banyak menuntut.

Namun kita sering menomorsekiankan keluarga. Kita lebih mementingkan pekerjaan kita, bahkan lebih mementingkan teman-teman kita daripada keluarga kita sendiri. Seringkali kita menjadikan rumah hanya sebagai tempat persinggahan belaka. Walaupun secara fisik kita “pulang”, namun berapa kali kita “pulang” dalam arti yang sebenarnya? “Pulang” dengan menghadirkan fisik dan jiwa kita. Bahkan mungkin ada diantara kita yang menghindari pulang, karena merasa tidak nyaman dengan keluarganya, karena suasa rumah yang terasa “panas” dan “sumpek”.

Baiti jannati, rumahku surgaku. Demikianlah seharusnya. Rumah kita menjadi surga buat kita. Siapa yang bertanggungjawab menciptakan surga di rumah, tentulah para penghuninya, apapun posisi kita. Keluarga adalah kita dan milik kita. Kita tidak mungkin lepas dari keluarga, walaupun kita berusaha menjauhinya. Sehingga setiap anggota keluarga wajib mengupayakan agar kedamaian itu ada dalam keluarga kita, wajib mengupaakan perbaikan ketika ada masalah dalam rumah kita.

Maka bagaimana mungkin kita akan menciptakan “baiti jannati” itu ketika kita tidak pernah “pulang”? Padahal, tidak pernah ada cukup waktu yang kita sediakan buat keluarga kita. Sebelum usia kita berakhir, masih ada sisa waktu yang bisa kita manfaatkan sebaik-baiknya. Sebelum segalanya usai, sediakanlah waktu untuk keluarga kita, untuk orangtua kita, anak-anak, dan saudara kita. Jangan sampai ketika semua sudah terlambat, kita baru menyadari dan berkhayal “andai kita “pulang” ke keluarga kita lebih cepat”. Bersegeralah untuk pulang kepada keluarga kita, dan mulailah untuk memciptakan surga di rumah kita, apaun posisi kita.

Terinspirasi dari Tarbawi, edisi Maret.

1 comment:

rizky fadli said...

that's not my home,,
kmna msti aku pulang???