Wednesday, November 30, 2005

Catatan Harian dalam Lembar Kehidupan

Secara sederhana, hari-hari yang kita lalui tak lebih seperti lembar-lembar catatan kehidupan. Setiap pagi kita membuka lembar halaman barunya. Kemudian bersama datangnya lembayung senja kita membalik lembar hari itu. Sampai datang masanya ketika buku kehidupan itu harus ditutup. Berakhirlah coretan-coretan amal kehidupan. Lalu dimulailah masa pertanggungjawaban…

Mengisi lembar harian kehidupan bukanlah persoalan sederhana. Apa saja yang telah kita torehkan di dalamnya akan tetap berada dalam kekuasaan Allah. Hendaknya kita menyadari pula bahwa lembar-lembar kehidupan berupa hari-hari yang telah, sedang dan akan kita lalui tidak lain adalah modal kehidupan kita. Semua yang terjadi di atasnya akan mengambil dua peran, menjadi penolong kita, atau akan memberatkan diri kita kelak di hadapan Allah.

Satu bulan mulia telah kita lalui. Tentu tersimpan kenangan tersendiri dalam diri kita selama bulan tersebut. Lihatlah Ramadhan yang baru saja kita tinggalkan. Betulkah ia telah menjelma menjadi momen perbaikan kehidupan sebelumnya? Atau sebenarnya kita hanya mengulang-ulang kesalahan dan kelemahan yang sama? Satu hal yang pasti dan harus kita yakini bahwa sebenarnya kita sedang mengisi lembar-lembar harian kehidupan yang kita miliki.

Kini di depan kita terhampar lembaran baru kehidupan sebelum Ramadhan tahun depan menjelang. Sebelas bulan ke depan adalah lembar putih yang akan kita warnai.
Sebelas bulan kedepan bukanlah sebelas bulan yang baru bagi kita. Sudah berapa kali hal serupa kita lalui. Sudah sering kita menerima ucapan selamat hari Fitri. Namun kita tidak pernah merasa yakin berapa banyak hari “fitri” yang kita miliki setelah Ramadhan. Dari kesadaran inilah kita menyusun langkah baru.

Fitri hari ini adalah fitri yang baru. Sebelas bulan ke depan adalah sebelas bulan yang berbeda bagi kita. Semua yang telah kita upayakan dan harapkan menjadi prestasi keimanan kita selama Ramadhan lalu, kita jadikan modal menjalaninya. Kesucian jiwa yang kita harapkan sebagai buah ibadah Ramadhan lalu, frekuensi ibadah yang kini masih hangat mengisi hari-hari kita setelah selama sebulan menjadi kebiasaan, serta kesadaran baru tentang makna hari-hari ke depan semoga menjadi faktor pembeda sekaligus modal perbaikan diri.

Bagi kita hari ini, hidup fitri bukan lagi satu atau dua hari raya. Hidup fitri adalah misi utama kita mengisi lembaran-lembaran baru kehidupan. Komitmen untuk tidak menorehkan amal kehidupan selain amal yang mengarahkan lembar-lembar kehidupan tersebut kepada satu kesimpulan besar, lembar kehidupan yang baru yang bersih dengan warna yang indah.

Ada satu modal yang tetap kita miliki, yang meyakinkan diri kita untuk senantiasa mampu menjadi lebih baik, yaitu hati yang bersih. Allah memisahkan sosok manusia berdasar kualitas hatinya, sebagaimana firmannya, “Dan apakah orang yang sudah mati kemudian kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar daripadanya?” (QS Al An’am:122)

Kepada standarisasi inilah kita berupaya membawa diri dan hati kita. Senantiasa menjadi sosok manusia yang mengisi lembar kehidupan dengan hati yang hidup. Hati yang memahami dengan baik maksud dari ayat-ayat yang telah jelas, dan mengetahui kandungan maknanya. Ia dapat melihat dan meneliti fenomena yang terpampang di dalamnya. Ia dapat membedakan antara yang berbahaya lagi membinasakan dengan yang bermanfaat lagi membawa keselamatan.

Cara yang paling sederhana menghidupkan hati adalah menjadikan Al Qur’an sebagai isinya. Al Qur’an dengan segala keistimewaannya adalah ruh Allah yang ditiupkan ke dalam hati yang padam dan dituangkan kepada nurani yang telah mati. Dengan begitu hati menjadi hidup, bangkit dan bergerak untuk mengembalikan nilai-nilai kehidupan yang kuat dan produktif.

Maka intensitas kedekatan diri kita dengan Al Quran menjadi suatu keharusan dalam mencapai dan menjaganya.

Semoga lembar sejarah kehidupan baru yang kita jelang kali ini bkanlah rutinitas tahunan yang sia-sia. Kita memohon kepada Allah agar catatan harian lembar kehidupan kita ke depan adalah titik awal bagi kita untuk menapak hari fitri dengan kecemerlangan hati. “Ya Allah, hidupkanlah hati-hati ini dengan kitabmu dan selamatkanlah kami melalui hari-hari ini dengan kitab catatan yang membahagiakan.” Amin. Wallahu a’lam bishowwab.
Disarikan dari Al Izzah, September 2001

No comments: